Komisi E DPRD Provinsi Sumut : Lawan Hoax Dengan Banyak Membaca  

Komisi E DPRD Provinsi Sumut : Lawan Hoax Dengan Banyak Membaca   

Komisi E DPRD Provinsi Sumut : Lawan Hoax Dengan Banyak Membaca  

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Apa beda museum, arsip, pendidikan dan perpustakaan? Pertanyaan ini mengemuka ketika Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando menerima delegasi Komisi E DPRD dan Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara di ruang kerjanya Rabu, (11/4).

Museum menurut Kepala Perpusnas berisikan artefak kebudayaan dengan sedikit kalimata penjelasan agar mudah dipahami. Arsip adalah semua dokumen yang dibubuhi tanda (berstempel). Pendidikan adalah aktivitas yang menyertakan tenaga pengajar dan peserta didik. Sedangkan perpustakaan adalah ruangan berisi bermacam koleksi yang diatur dan disusun sedemikian rupa sehingga mudah untuk dicari dan dipergunakan jika pemustaka memerlukan.

“Di perpustakaan banyak terjadi inovasi dan kreatifitas meski tidak ada guru disana,” imbuh Kepala Perpusnas. Namun, saat ini paradigma perpustakaan adalah menjangkau masyarakat. Jadi, setiap daerah harus berpikir kreatif dan inovatif agar pelayanan perpustakaan terjangkau oleh masyarakat.

Ambil contoh, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pasti akan mencoret jika ada nomenklatur kegiatan membangun gedung perpustakaan. Moratorium tersebut berlaku kecuali pembangunan rumah sakit atau gedung sekolah. “Tapi, dinas bisa mensiasati dengan mengubah nomenklatur pengembangan fasilitas layanan perpustakaan. Di dalamnya berisikan ruang-ruang seperti katalog, layanan perpustakaan anak, multi media, referensi, dan sebagainya, tambah Kepala Perpusnas.

Ketua Komisi E DPRD Prov. Sumut sepakat dengan pernyataan Kepala Perpusnas. Menurutnya, infrastruktur memang kewenangan Dinas Pekerjaan Umum tapi pengembangan kualitas sumber daya manusia menjadi program besar Perpustakaan Nasional.

Perpustakaan dirasakan anggota DPRD sebagai elemen penting dalam menangkis kesimpangsiuran berita ataupun informasi yang beredar di masyarakat. Tidak semua masyarakat mampu membedakan mana informasi yang valid, mana informasi yang menyesatkan (hoax). Di situlah pentingnya membaca. Membaca yang tidak sekedar melafalkan ejaan huruf tapi mencoba memaknai. “Paradigma membaca harus diubah. Hoax bisa ditangani dengan banyak membaca”.

 

Reportase : Hartoyo Darmawan

Â